UN
tidak lagi digunakan sebagai penentu kelulusan. Begitulah peraturan terbaru
berkaitan dengan pelaksanaan UN yang akhir – akhir ini santer diberitakan, meskipun
tidak disebutkan secara eksplisit dalam Permendikbud No. 5 Tahun 2015 Tentang
Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional, dan
Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/pendidikan Kesetaraan Pada SD/SMP/MTs
atau Yang Sederajat dan SMA/MA/SMK atau Yang Sederajat.
Pasal
21 Permendikbud No. 5 Tahun 2015 tersebut menyebutkan setidaknya ada 3 kegunaan
hasil UN diantaranya: pemetaan mutu program
dan/atau satuan pendidikan; pertimbangan
seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; dan pertimbangan dalam
pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Dari bunyi pasal tersebut, jelas bahwa hasil UN tidak lagi digunakan sebagai
penentu kelulusan. Tidak ada alasan yang menjelaskan mengenai perubahan
kebijakan tersebut. Namun yang jelas, kebijakan tersebut sudah barang pasti
membawa dampak, baik positif maupun negatif.
Dampak
positif dari kebijakan tersebut diantaranya adalah siswa tidak lagi perlu
merasa khawatir atau stres menghadapi UN. Ketakutan akan lulus atau tidaknya siswa
dari UN adalah penyebab utama yang membuat mereka merasa stres atau terbebani
dengan adanya UN di tahun – tahun sebelumnya. Dengan demikian, siswa diharapkan
bisa lebih tenang dan fokus dalam belajar dalam persiapannya menghadapi UN
sehingga bisa mendapatkan hasil yang maksimal.
Hal
positif yang lain, seperti yang tersebut di atas bahwa hasil UN digunakan
sebagai pertimbangan seleksi masuk jenjang
pendidikan berikutnya dalam hal ini
Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang diadakan oleh pemerintah,
seharusnya memberikan hak yang sama bagi siswa – siswi Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) untuk bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang Univeristas.
Jika selama ini, siswa – siswi SMK seolah memiliki kemungkinan yang kecil untuk
bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur SNMPTN dibandingkan siswa –
siswi Sekolah Menengah Atas (SMA), dengan melihat isi pasal 21 Permendikbud
tersebut seharusnya tidak ada lagi perbedaan. Dalam artian, siswa SMK yang
mendapatkan hasil yang baik dalm UN seharusnya memiliki peluang yang sama
dengan siswa SMA yang berhasil dalam UN untuk bisa masuk ke Perguruan Tinggi
Negeri.
Selain
itu, kebijakan Menteri Pendikan dan Kebudayaan tersebut juga dirasa akan
memberikan dampak negatif bagi dunia pendidikan di Indonesia. Dengan hasil UN
yang tidak lagi digunakan sebagai penentu kelulusan, masing – masing satuan
pendidikan, dalam hal ini sekolah, menjadi pihak yang akan menentukan lulus
atau tidaknya siswa. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah akan ada sekolah
yang tidak meluluskan siswanya mengingat adanya kecenderungan keberhasilan atau
majunya suatu sekolah di mata masyarakat adalah jika siswa – siswi sekolah
tersebut lulus 100 %. Pertanyaan lain adalah apakah sekolah – sekolah sebagai
satuan pendidikan tidak akan melakukan kecurangan, sanggupkah mereka menerapkan
kriteria kelulusan dengan benar, tidakkah pencapaian standar kompetensi masing
– masing sekolah berbeda – beda. Jika kita analogikan, adilkah kita memberikan
label yang sama baiknya pada pakaian yang kita beli di pasar tradisional dengan
yang kita beli di butik desaigner professional? Mungkinkah kita membeli dengan
harga yang sama?
Hal
– hal tersebut hendaknya diperhatikan sehingga Ujian Sekolah, Ujian Kompetensi
Keahliandan Ujian Nasional yang dilakukan benr – benar memberikan refleksi mutu
pendidikan di tiap – tiap satuan pendidikan. Dengan demikian pemerintah bisa
mendapatkan pemetaan mutu program dan/atau satuan
pendidikan yang valid.
ConversionConversion EmoticonEmoticon